Bacharuddin Jusuf Habibie
Bacharuddin Jusuf Habibie belajar tentang keilmuan teknik mesin di Fakultas Teknik Universitas Indonesia Bandung (sekarang Institut Teknologi Bandung) pada tahun 1954. Tahun 1955-1965, Habibie melanjutkan studi teknik penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat terbang, di RWTH Aachen, Jerman Barat, menerima gelar diplom insinyur pada tahun 1960 dan gelar doktor insinyur pada tahun 1965 dengan predikat summa cum laude. Habibie menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi sejak tahun 1978 sampai Maret 1998. Gebrakan B. J. Habibie saat menjabat Menristek diawalinya dengan keinginannya untuk mengimplementasikan “Visi Indonesia”. Menurut Habibie, lompatan-lompatan Indonesia dalam “Visi Indonesia” bertumpu pada riset dan teknologi, khususnya pula dalam industri strategis yang dikelola oleh PT. IPTN, PINDAD, dan PT. PAL. Targetnya, Indonesia sebagai negara agraris dapat melompat langsung menjadi negara Industri dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sementara itu, ketika menjabat sebagai Menristek, Habibie juga terpilih sebagai Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang pertama. Habibie terpilih secara aklamasi menjadi Ketua ICMI pada tanggal 7 Desember 1990. Pada tahun 1998 Habibie diangkat menjadi Presiden Republik Indonesia (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999), setelah sebelumnya menjabat sebagai Wakil Presiden ke-7 (menjabat sejak 14 Maret 1998 hingga 21 Mei 1998). Dikenal sebagai ilmuwan kelas dunia dan bapak teknologi Indonesia, sosok Habibie memiliki dedikasi tinggi dalam bidang ilmu pengetahuan, terutama dunia teknologi penerbangan. Dedikasinya dalam teknologi penerbangan ini dibuktikan dengan karya emas yang paling dibanggakan bangsa, Pesawat N250 Gatot Kaca, pesawat pertama Indonesia. Saat itu tahun 1995, N250 Gatot Kaca yang dibuat oleh IPTN atau sekarang PT Dirgantara Indonesia, karya besar B. J. Habibie mampu terbang di langit nusantara.